Menjadi Penyiar; Pengalaman Tak Terlupakan Selama 2 Tahun

Menjadi penyiar atau lebih dikenal dengan broadcaster dan/atau announcer di jaman sekarang. Memiliki kebanggan tersendiri. Meski secara data ril di atas kertas. Pendengar radio jauh berkurang sejak hadirnya televisi dan kemudian dirongrong oleh teknologi Internet.

Namun, tahukah Anda penyiaran khususnya radio atau beberapa konten digital dalam format audio. Bertranformasi menjadi lebih moderen dan makin diminati.

Menjamurnya kembali podcast menjadi bukti bahwa sebenarnya konten-konten dengan format audio atau suara masih cukup dinikmati. Ditambah lagi mulai hadirnya media sosial dengan format audio yang semakin marak.

Sebut saja podcast, clubhouse dan spaces dari twitter serta banyak lagi. Semakin mengokohkan bahwa penyiaran baik radio atau televisi masih sangat diminati.

Saya bersyukur pernah mengeyam bagaimana rasanya menjadi announcer. Meski di sebuah radio lokal. Namun ilmu dan segala hal mengenai radio, keahlian yang harus dikuasai seorang announcer cukup lengkap saya dapatkan.

Apa itu penyiar?

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, penyiar secara bahasa memiliki arti sebagai orang yang menyiarkan atau penyeru dalam radio.

Sedangkan dalam bahasa Inggris, penyiar disebut sebagai announcer dengan arti orang yang mengumumkan.

Syarat menjadi penyiar

Secara umum syarat untuk menjadi broadcaster/announcer adalah memiliki suara. Suara? Iya, memiliki suara tidak harus bagus juga. Syarat lainnya adalah memiliki ketertarikan terhadap musik, berwawasan luas, suka membaca dan humoris.

Selain itu seorang penyiar juga harus memiliki keterampilan dalam upaya menyenangkan pendengar. Memiliki jiwa entertainer atau menghibur, ramah, suka bergaul dan fleksibel.

Bagaimana rasanya jadi penyiar?

Menjadi broadcaster dengan kepribadian tertutup bagi saya adalah sesuatu yang luar biasa. Menjadi announcer membuat saya lebih mudah menerima teman dari berbagai kalangan.

Suka memandu acara curhat dan rikues lagu. Memberi pelajaran baru bagi saya dalam memulai obrolan dengan orang baru dan tidak dikenal.

Setelah menjadi broadcaster, saya sendiri menjadi tertarik dengan dunia musik, jurnalistik dan kepenulisan. Dari sinilah awal nge-blog saya bermula.

Pengalaman menjadi penyiar

Syarat jadi penyiar
Ini satu-satunya foto yang ada sayanya. Saya memang tidak suka difoto dari dulunya. Tebak saya yang mana? Saya lupa, ini interview sama band apa. Di sini saya hanya sebagai co host.

Sempat dua kali berpindah siaran namun untuk yang ketiga kalinya saya hanya sempat mendaftar namun tidak sempat masuk ke ruangan siaran.

Pernah melangkah dan mendaftar ke radio besar di kota Padang. Namun hanya mentok diinterview kedua. Saya tersingkir karena ciri khas suara saya yang sengau atau bindeng kurang cocok untuk radio berbasis berita yang saya incar.

Saya menyadari karena radio yang saya lamar adalah radio berita dengan tingkat ketegasan, artikulasi dan kontrol emosi sangat diutamakan.

Kesimpulan

Menjadi broadcaster/announcer adalah hal yang sangat saya inginkan. Saya mulai jatuh cinta setelah saya benar-benar mengenal dunia penyiaran.

Di sini saya bisa membangun kemampuan bicara yang sangat terbatas sebelumnya. Sebagai seorang introvert, bisa membuat orang bahagia dan merasa didengarkan disaat berbicara memiliki kepuasan tersendiri.

Sempat menjadi penyiar, MC dan bisa mengenyam pelatihan terkait jurnalistik itu sebuah laju luar biasa menurut saya pribadi.

Ingin rasanya mengulang kembali, menjadi announcer dan bercerita seorang diri di ruang siaran. Ditemani cerita-cerita keluh dari anak manusia yang berkesah. Melawan sepi dan horornya studio hingga jelang tengah malam.

Jangan lupa untuk follow dan subscribes uncchu.com di google news dan youtube.

A male blogger who is afraid of heights and always faints when sees blood. But once active as an HIV AIDS counselor, and an announcer on a radio.