Meski Akan Sangat Berat Tapi Akan Kuusahakan

Aku pergi
Sebelumnya, sebelum melanjutkan tulisan ini. Aku ingin sekali lagi jujur-sejujurnya. Aku ingin jujur bahwa aku benar-benar menyukaimu.

Namun ada hal yang harus kamu ketahui, rasa sukaku bukan rasa ingin memilikimu. Rasa sukaku hanyalah rasa nyaman. Rasa nyaman itu tak perlu kujelaskan karena kemaren sudah kuterangkan seterang-terangnya padamu. Kuharap kamy benar-benar memahaminya. 

Tapi seperti yang pernah kubilang padamu. Aku sangat buruk dalam mengungkapkan apa yang aku rasakan. Apalagi hal tersebut berkenaan dengan perasaan. Dan aku pastikan kamu mengetahuinya.

Aku tidak tahu apakah ini awal dari tulisanku saat aku berubah menjadi pribadi yang lebih baik atau justru ini adalah tulisan terakhirku dan artinya aku kalah dengan luka-luka yang kuhadapi. 

Tak perlu kuceritakan luka dan sakit apa saja yang kurasakan. Karena kamu mengetahuinya luar dalam lebih baik dari keluargaku bahkan orangtuaku. 

Aku belajar berhenti

Dulu aku pernah bermimpi “tak mengapa tak menjadi apa-apa asal tetap bisa melihatmu, dekat denganmu dan bercerita denganmu” dan ternyata itu tak baik.

Sejak saat itu, kulihat dirimu hanyalah menebar rasa kasihan kepadaku (semoga aja hanya perasaanku). Tidak dengan rasa yang kuharapkan dan ujungnya aku hanya mendapatkan rasa lelah dan rasa sakit.

Sekarang aku belajar berhenti mengharapkanmu. Entah itu rindu, rasa atau bahkan harapanku untuk tetap bersama denganmu.

Kupaham ini tak akan mudah, artinya sama saja aku bunuh diri perlahan-lahan dengan mengiris hati dan jantungku. Sedangkan aku tetap membutuhkan dua organ ini untuk memompa darah ke seluruh batang tubuh yang telah hancur ini. 

Pada akhirnya aku tetap harus memilih, ini adalah pilihan kedua tersulit dalam hidupku setelah sebelumnya aku memilih tetap bertahan mencintaimu meski hanya bisa mencintai bayangmu. 

Sekarang aku memilih berhenti. Artinya aku harus pergi dan meninggalkanmu. Entah arti dari meningalkanmu itu apa, pergi jauh atau pergi selamanya. 

Bertahan itu menyakitkan

Ternyata bertahan itu menyakitkan dan sangat menyakitkan sekali. Meski inginku denganmu masih membuncah tapi itu tak berarti apa-apa. 

Sikap dinginmu benar-benar menghancurkan rasa inginku yang besar padamu menjadi berkeping-keping tak bersisa. Disapu badai kemudian dihanyutkan rasa tak pedulimu. 
maaf aku pergi
Saat hancur dan berkeping-keping aku masih berharap kamu melirik seujung mata padaku agar aku bersemangat melawan badai atau paling tidak menepi dulu. Menepi untuk berjuang kembali dan agar aku tetap pada pilihanku yang pertama. Yaitu  “tak mengapa tak menjadi apa-apa asal tetap bisa melihatmu, dekat denganmu dan bercerita denganmu”. 

Maafkan aku jika ini akhirnya

Hi, aku tidak tahu apakah airmataku mengalir atau bahkan sudah tak ada lagi air mata saat menulis bagian ini. Maafkan aku jika ini akhirnya. 

Aku berharap ini bukan akhir tapi awal aku menjadi pribadi yang baik dengan berhenti mencintaimu. Tapi siapa yang akan tahu, justru berhenti mencintai adalah akhir segalanya. 

Seperti yang pernah kucurhatkan padamu. Aku benar-benar sosok yang hancur. Aku hanya bisa tertidur pulas saat mendengar suaramu. 

Saat ini aku memilih pilihan ini juga tidak ingin lagi jadi bebanmu. Aku juga tak ingin lagi menjadikanmu tempat aku mencurahkan luka-luka yang merusak tubuhku. 

Aku juga inginkan kebahagiaan untukmu. Meski hancur, jujur saja aku tak pernah lupa mendoakan yang terbaik untukmu. Entah setelah pilihan ini, apakah doaku masih didengar atau tidak. 

Suatu yang pasti aku selalu mendoakan kebaikan untukmu. Bahkan aku berkali-kali melakukannya di hatiku setelah kamu menyedekahkan waktumu untuk sekedar mendengar keluh kesahku. 
A male blogger who is afraid of heights and always faints when sees blood. But once active as an HIV AIDS counselor, and an announcer on a radio.