Seperti Pecinta Kopi yang Merindu Kopi
Pecinta Kopi – Beberapa bulan belakangan ini Gerd saya kambuh. Saya terpaksa cuti cukup panjang untuk memulihkan kesehatan, karena Gerd ini cukup unik kalau lagi kambuh. Selain cukup menyiksa dan menyesakkan di dada serta hulu hati.
Gerd juga tidak kenal waktu saat kambuh yang membuat saya tidak bisa melakukan apa-apa selain meringkik menahan sakit.
Alhamdulillah, makin ke sini kondisi saya cukup membaik. Meski sekali-kali saya sangat merindukan kopi terutama kopi hitam di cangkir putih di seduh dengan sesendok gula.
Saya akan bercumbu mesra hingga menuju deadline tulisan dari klien yang sudah memburu. Tidak jarang secangkir kopi saya madu dengan kopi di cangkir berikutnya. Indah dan awal dari sakit yang saya derita.
Hubungan Pecinta Kopi dengan Tulisan ini
Seperti cinta saya dengan kopi, kehidupan cinta saya di dunia nyata tidak jauh berbeda. Saya menyukainya hingga tetes terakhir. Bedanya, kopi membuat saya terbaring sakit sedangkan ia membuat saya tidak bisa berpikir jernih. Hanya ada ia, ia dan ia di setiap gerak tubuh dan tarikan nafas yang saya tarik kemudian hembuskan.
Meski saya sadar perasaan ini adalah sebuah kesalahan, tapi sekali lagi sama seperti kopi. Saya tetap mencumbunya hingga subuh menjelang. Rindu yang terus menyiksa hingga terbawa mimpi dan saya terus berangan (bisa) mencintainya dan ia juga (bisa) mencintai saya. Bahkan di dalam mimpi saja itu tetap tidak terlaksana.
Ia terlalu baik untuk masuk ke dalam perasaan saya yang salah. Saya tidak harus melibatkannya dengan perasaan saya yang tidak bisa ditolerir oleh hampir sebagian besar orang. Saya tidak harus mengorbankan hatinya untuk memenuhi rasa sayang yang saya miliki.
---
Jangan lupa untuk follow dan subscribes uncchu.com di google news dan youtube.
Join the conversation