Syarat dan Prosedur Wajib dalam Pengangkatan Bendahara Keuangan di Satuan Kerja

Syarat dan Prosedur Wajib dalam Pengangkatan Bendahara Keuangan di Satuan Kerja
Pengangkatan Bendahara – Wajib Anda Ketahui Inilah Kedudukan dan Tanggung Jawab Bendahara – Aturan tentang Kedudukan dan Tanggung Jawab bendahara di dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK 05/2013 tentang Kedudukan dan Tanggung Jawab Bendahara Satuan Kerja Pengelola Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara.

Pengangkatan bendahara

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK 05/2013 adalah peraturan terakhir yang dikeluarkan Menteri Keuangan tentang Kedudukan dan Tanggung Jawab Bendahara.

Di dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tersebut mengatur mengenai, diantaranya adalah sebagai berikut.

  1. Pengangkatan Bendahara;
  2. Pembebastugasan Sementara dan Pengangkatan Kembali Bendahara;
  3. Pemberhentian Bendahara dan Penetapan Pejabat Pengganti Bendahara;
  4. Penatausahaan Kas Bendahara;
  5. Pembukuan Bendahara;
  6. Pemeriksaan Kas Bendahara oleh KPA/PPK dan Rekonsiliasi Pembukuan Bendahara dengan UAKPA; dan
  7. Penyusunan, penatausahaan dan penyampaian laporan pertanggungjawaban (LPJ).
  8. Bendahara yang diatur dalam PMK tersebut meliputi Bendahara Penerimaan, Bendahara Pengeluaran dan Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) pada Satker pengelola APBN, termasuk Bendahara Pengelola Dana Dekonsentrasi, Bendahara Pengelola Dana Tugas Pembantuan, Bendahara Pengelola Dana PUB (Pendanaan Urusan Bersama), Bendahara Pengelola Dana SKPA serta Bendahara pada Satker Badan Layanan Umum, selain Bendahara pada Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri.

Dasar hukum pengangkatan bendahara

Di dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK 05/2013 juga dijelaskan beberapa penjelasan tentang pokok-pokok yang ada dalam Keuangan. Diantaranya adalah sebagai berikut.

Dana Dekonsentrasi adalah anggaran yang disediakan sehubungan dengan pelimpahan wewenang pelaksanaan kegiatan pemerintah pusat di daerah kepada gubernur sebagai wakil pemerintah pusat disertai kewajiban melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada Menteri/ Pimpinan Lembaga terkait.

Dana Tugas Pembantuan (TP) adalah anggaran yang disediakan sehubungan dengan penugasan tertentu dari pemerintah pusat kepada daerah dan/atau desa disertai kewajiban melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada Menteri/Pimpinan Lembaga terkait.

Surat Kuasa Penggunaan Anggaran (SKPA) adalah dokumen pemberian kuasa dari Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) tertentu kepada Kuasa Pengguna Anggaran lainnya untuk menggunakan sebagian kredit anggaran dalam rangka melaksanakan sebagian/seluruh paket pekerjaan yang telah ditentukan.

Pendanaan Urusan Bersama (PUB) adalah pendanaan yang bersumber dari APBN dan APBD yang digunakan untuk mendanai program/kegiatan bersama pusat dan daerah untuk penanggulangan kemiskinan.

Kuasa Bendahara Umum Negara (Kuasa BUN) adalah Pejabat yang memperoleh kewenangan untuk dan atas nama BUN melaksanakan fungsi pengelolaan Rekening Kas Umum Negara.

Bendahara Penerimaan adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang pendapatan negara dalam rangka pelaksanaan APBN pada Kantor/Satuan Kerja Kementerian Negara/Lembaga.

Bendahara Pengeluaran adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan Belanja Negara dalam pelaksanaan APBN pada Kantor/Satker Kementerian Negara/Lembaga.

Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) adalah orang yang ditunjuk untuk membantu Bendahara Pengeluaran untuk melaksanakan pembayaran kepada yang berhak guna kelancaran pelaksanaan kegiatan tertentu.

Uang Persediaan (UP) adalah uang muka kerja dalam jumlah tertentu yang diberikan kepada Bendahara Pengeluaran untuk membiayai kegiatan operasional sehari-hari Satuan Kerja atau membiayai pengeluaran yang menurut sifat dan tujuannya tidak mungkin dilakukan melalui mekanisme pembayaran langsung.

Tambahan Uang Persediaan (TUP) adalah uang muka yang diberikan kepada Bendahara Pengeluaran untuk kebutuhan yang sangat mendesak dalam 1 bulan melebihi pagu UP yang telah ditetapkan.

Surat Bukti Setor (SBS) adalah tanda bukti penerimaan yang diberikan oleh Bendahara Penerimaan kepada penyetor.

Surat Perintah Membayar Langsung kepada Bendahara (SPM LS Bendahara) adalah surat perintah membayar yang diterbitkan oleh PPSPM kepada Bendahara Pengeluaran.

Untuk keterangan lebih lanjut Anda bisa melihat pada pasal 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK 05/2013 tentang Kedudukan dan Tanggung Jawab Bendahara Satuan Kerja Pengelola Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara.

Batasan Tanggung Jawab Bendahara

Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran merupakan Pejabat perbendaharaan yang secara fungsional bertanggung jawab kepada Kuasa Bendahara Umum Negara (Kuasa BUN) dan secara pribadi bertanggung jawab atas seluruh uang/surat berharga yang dikelolanya dalam rangka pelaksanaan APBN.

Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) bertanggung jawab secara pribadi atas uang yang berada dalam pengelolaannya dan wajib menyampaikan laporan pengelolaan dan pertanggungjawaban atas uang dalam pengelolaannya kepada Bendahara Pengeluaran.

Dalam rangka pelaksanaan anggaran belanja, Bendahara Pengeluaran dan BPP merupakan wajib pungut atas pajak yang timbul karena adanya pembayaran Uang Persediaan (UP).

Bendahara Pengeluaran dan BPP harus menata usahakan uang dari kegiatannya sebagai wajib pungut dimaksud.

Aturan tentang Pengangkatan Bendahara

Menteri/Pimpinan Lembaga berwenang mengangkat Bendahara Penerimaan dan/atau Bendahara Pengeluaran untuk melaksanakan tugas-tugas kebendaharaan.

Guna kelancaran pelaksanaan kegiatan, Menteri/Pimpinan Lembaga atau Pejabat yang diberi kuasa dapat mengangkat satu atau lebih BPP. Kewenangan-kewenangan dimaksud dapat didelegasikan kepada Kepala Kantor/Satker.

Pengangkatan Bendahara Penerimaan/Bendahara Pengeluaran dan BPP harus dituangkan dalam surat keputusan.

Pengangkatan Bendahara dilakukan setelah memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan selaku BUN.

Jabatan Bendahara Pengeluaran dan/atau Bendahara Penerimaan tidak boleh dirangkap oleh KPA, PPK, PPSPM, atau Kuasa BUN.

Jabatan Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran/BPP tidak boleh saling merangkap. Dalam hal terdapat keterbatasan jumlah sumber daya manusia, jabatan Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran/BPP dapat saling merangkap dengan izin Kuasa BUN.

Dalam hal tidak terdapat perubahan Pejabat yang diangkat sebagai Bendahara Penerimaan/Bendahara Pengeluaran/BPP pada saat pergantian periode tahun anggaran, pengangkatan Bendahara Penerimaan/Bendahara Pengeluaran/BPP tahun anggaran yang lalu masih tetap berlaku.

Pengangkatan BPP hanya dapat dilakukan dalam hal diantaranya adalah terdapat kegiatan yang lokasinya berjauhan dengan tempat kedudukan Bendahara Pengeluaran; dan/atau beban kerja Bendahara Pengeluaran sangat berat berdasarkan penilaian Kepala Kantor/Satker.

Dalam hal diperlukan untuk kelancaran pelaksanaan penerimaan, Kepala Kantor/Satker dapat menunjuk petugas yang berfungsi untuk:

Menerima uang dari wajib bayar; dan Menyampaikan uang yang diterimanya kepada Bendahara Penerimaan atau langsung menyetorkannya ke Kas Negara atas nama Bendahara Penerimaan.

Penyampaian uang oleh petugas dimaksud kepada Bendahara Penerimaan harus disertai dengan bukti penerimaan. Format bukti penerimaan dan teknis penyampaian uang oleh petugas kepada Bendahara Penerimaan dimaksud ditetapkan oleh masing-masing Kepala Kantor/Satker.

Penunjukan petugas yang menerima dan menyampaikan uang dimaksud dapat dilakukan dalam hal:

Lokasi penerimaan berbeda dengan lokasi tempat Bendahara Penerimaan berada; dan/atau Beban kerja yang berat dan tidak memungkinkan untuk dilakukan sendiri oleh Bendahara Penerimaan.

Syarat Penting dalam Pengangkatan Bendahara

Setiap orang yang akan diangkat menjadi Bendahara Penerimaan/Bendahara Pengeluaran/BPP harus memiliki Sertifikat Bendahara yang diperoleh melalui proses sertifikasi yang diselenggarakan oleh Kementerian Keuangan.

Dalam hal proses sertifikasi dimaksud belum terlaksana, persyaratan yang harus dipenuhi untuk dapat diangkat sebagai Bendahara adalah sebagai berikut:

  1. Pegawai Negeri;
  2. Pendidikan minimal SLTA atau sederajat; dan
  3. Golongan Minimal II/b atau sederajat.
  4. Pembebastugasan Sementara dan Pengangkatan Kembali Bendahara
  5. Pembebastugasan Sementara

Bendahara dibebaskan sementara dari jabatan Bendahara, apabila:

Dalam proses pemeriksaan terdapat dugaan bahwa Bendahara telah melakukan perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai sehingga mengakibatkan terjadinya kerugian negara;

Terjadi sesuatu yang menyebabkan bendahara tidak dapat melaksanakan tugasnya dalam waktu paling singkat 3 bulan.

Dalam hal Bendahara dibebastugaskan sementara dari jabatannya, Menteri/Pimpinan Lembaga menetapkan Pejabat pengganti sebagai Bendahara.

Pengangkatan Pejabat pengganti dapat di delegasi kan kepada Kepala Kantor/Satker. Pengangkatan Pejabat pengganti harus dituangkan dalam surat keputusan.

Bendahara yang dibebastugaskan sementara dari jabatannya menyerahkan tugas dan tanggung jawabnya beserta seluruh dokumen dalam rangka pelaksanaan tugasnya kepada Pejabat pengganti Bendahara.

Penyerahan tugas, tanggung jawab, dan dokumen didahului dengan pemeriksaan kas oleh KPA atau Pejabat yang ditunjuk oleh KPA. Hasil pemeriksaan kas dan serah terima tugas/tanggung jawab/dokumen dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan Kas dan Serah Terima.

Pengangkatan Kembali Bendahara

Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata Bendahara tidak terbukti melakukan perbuatan yang menyebabkan dirinya dibebastugaskan, Menteri/Pimpinan Lembaga dapat mengangkat kembali Bendahara dimaksud pada jabatannya sebagai Bendahara.

Dalam hal Bendahara yang dibebastugaskan sementara kembali bertugas di lingkungan Satkernya, Menteri/Pimpinan Lembaga dapat mengangkat kembali Bendahara dimaksud pada jabatannya sebagai Bendahara.

Pengangkatan kembali Bendahara dapat didelegasikan kepada Kepala Kantor/Satker. Pengangkatan kembali dimaksud harus dituangkan dalam surat keputusan.

Pemberhentian Bendahara dan Penetapan Pejabat Pengganti Bendahara
Bendahara dapat diberhentikan apabila:

  • Dijatuhi hukuman disiplin sedang atau berat;
  • Dijatuhi hukuman yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap;
  • Diberhentikan sebagai Pegawai Negeri;
  • Sakit berkepanjangan;
  • Meninggal dunia; atau
  • Mutasi/berpindah tempat kerja.

Dalam hal Bendahara diberhentikan, Menteri/Pimpinan Lembaga mengganti Bendahara dimaksud dan mengangkat Bendahara baru. Pengangkatan Bendahara baru dapat di delegasi kan kepada Kepala Kantor/Satker. Pengangkatan Bendahara baru harus dituangkan dalam surat keputusan.

Bendahara yang diberhentikan menyerahkan tugas dan tanggung jawabnya beserta seluruh dokumen dalam rangka pelaksanaan tugasnya kepada Bendahara baru.

Penyerahan didahului dengan pemeriksaan kas oleh KPA atau Pejabat yang ditunjuk oleh KPA. Hasil pemeriksaan kas dan serah terima dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan Kas dan Serah Terima.

Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan format Berita Acara Pemeriksaan Kas dan Serah Terima diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan.

Penatausahaan Kas dan Asas Umum Penatausahaan Kas oleh Bendahara

Asas-asas umum penatausahaan kas oleh Bendahara adalah sebagai berikut:

  • Bendahara harus menatausahakan seluruh uang/surat berharga yang dikelolanya.
  • Dalam melaksanakan tugasnya, Bendahara wajib menggunakan rekening atas nama jabatannya pada Bank Umum/Kantor Pos yang telah mendapatkan persetujuan Kuasa BUN. Pembukaan rekening dimaksud mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) mengenai pengelolaan rekening pemerintah pada Kementerian Negara/Lembaga/Kantor/Satker (PMK Nomor 252/PMK.05/2014).
  • Dalam hal Bendahara Penerimaan dan/atau Bendahara Pengeluaran juga mengelola rekening lainnya maka Bendahara yang bersangkutan juga harus menatausahakan uang yang ada dalam rekening tersebut.
  • Bendahara dilarang menyimpan uang yang dikelolanya dalam rangka pelaksanaan APBN atas nama pribadi pada Bank Umum/Kantor Pos.
  • Dalam rangka penarikan uang dari rekening Bendahara Penerimaan, Pejabat yang berwenang menandatangani cek untuk pengambilan uang di Bank Umum/Kantor Pos adalah Pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan negara dan Bendahara Penerimaan.
  • Dalam rangka penarikan uang dari rekening Bendahara Pengeluaran/BPP, Pejabat yang berwenang menandatangani cek untuk pengambilan uang di Bank Umum/Kantor Pos adalah KPA dan/atau PPK atas nama KPA dan Bendahara Pengeluaran/BPP.
  • Penatausahaan Kas Bendahara Penerimaan
  • Penerimaan dan Penyimpanan Setoran Penerimaan Negara
  • Bendahara Penerimaan menatausahakan semua uang yang dikelolanya baik yang sudah menjadi penerimaan negara maupun yang belum menjadi penerimaan negara.
  • Penerimaan negara pada kantor/satker pada Kementerian Negara/Lembaga tidak dapat digunakan secara langsung untuk pengeluaran, kecuali diatur khusus dalam peraturan perundang-undangan tersendiri.
  • Bendahara Penerimaan dilarang menerima secara langsung setoran dari wajib setor, kecuali untuk jenis penerimaan tertentu yang diatur secara khusus dan telah mendapat persetujuan Menteri Keuangan.
  • Dalam hal Bendahara Penerimaan menerima secara langsung penerimaan tertentu dari wajib setor, Bendahara Penerimaan wajib:
  • membuat dan menyampaikan Surat Bukti Setor (SBS) lembar ke-1 kepada penyetor dan lembar ke-2 sebagai bukti pembukuan bendahara;
  • menyetor seluruh penerimaannya ke Kas Negara paling lambat dalam waktu 1 (satu) hari kerja sejak diterimanya penerimaan tersebut, kecuali untuk jenis penerimaan tertentu yang penyetorannya diatur secara khusus.
  • Dalam hal terdapat penerimaan yang penyetorannya diatur secara khusus, Bendahara Penerimaan wajib menyimpan uang yang diterimanya dalam rekening yang telah mendapat persetujuan BUN/Kuasa BUN.
  • Bentuk, nama, dan format SBS diatur oleh masing-masing Menteri/Pimpinan Lembaga.
  • Penyetoran Penerimaan ke Kas Negara
  • Bendahara Penerimaan berkewajiban untuk segera menyetorkan penerimaan negara ke Kas Negara setiap akhir hari kerja saat penerimaan negara tersebut diterima, baik dari wajib setor maupun dari petugas yang ditunjuk untuk menerima dan menyetorkan uang kepada Bendahara Penerimaan.

Penyetoran oleh Bendahara Penerimaan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya dalam hal:

Terkendala jam operasional Bank Persepsi/Kantor Pos Persepsi; dan/atau
PNBP diterima pada hari libur/yang diliburkan.

Penyetoran penerimaan negara oleh Bendahara Penerimaan ke Kas Negara harus menggunakan formulir SSBP/SSP atau dokumen lain yang dipersamakan dengan SSBP/SSP.

Penyetoran penerimaan negara oleh Bendahara Penerimaan dapat dilakukan secara berkala dalam hal:

  • Layanan Bank/Pos Persepsi yang sekota Bendahara Penerimaan tidak tersedia;
  • Kondisi geografis satuan kerja yang tidak memungkinkan melakukan penyetoran setiap hari;
  • Jarak tempuh antara lokasi Bank/Pos Persepsi dengan tempat/kedudukan Bendahara Penerimaan melampaui waktu 2 jam; dan/atau
  • Biaya yang dibutuhkan untuk melakukan penyetoran lebih besar daripada penerimaan yang diperoleh.
  • Penyetoran berkala dapat dilakukan setelah mendapatkan izin dari Kanwil Ditjen Perbendaharaan.

Penatausahaan Kas Bendahara Pengeluaran dan Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP)
Jenis-jenis uang/surat berharga yang harus ditatausahakan oleh Bendahara Pengeluaran dan Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) meliputi:

  1. Uang Persediaan;
  2. Uang yang berasal dari Kas Negara melalui SPM LS Bendahara;
  3. Uang yang berasal dari potongan atas pembayaran yang dilakukannya sehubungan dengan fungsi Bendahara selaku wajib pungut;
  4. Uang dari sumber lainnya yang menjadi hak negara; dan
  5. Uang lainnya yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan boleh dikelola oleh Bendahara.
  6. Uang yang berasal dari potongan atas pembayaran dan uang dari sumber lainnya wajib disetorkan oleh Bendahara Pengeluaran/BPP ke Kas Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan tidak dapat digunakan untuk keperluan apapun dan dengan alasan apapun.

Bendahara Pengeluaran menerima uang persediaan (UP), tambahan uang persediaan (TUP), dan penggantian uang persediaan (GUP) dari Kuasa BUN untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan operasional kantor sehari-hari.

Dalam hal Menteri/Pimpinan Lembaga atau Kepala Kantor/Satker telah menetapkan adanya BPP di lingkup Kantor/Satker berkenaan, Bendahara Pengeluaran dapat menyalurkan dana UP/TUP dan/atau uang dari SPM LS Bendahara kepada BPP.

Bendahara Pengeluaran harus menyampaikan daftar rincian jumlah UP yang dikelola oleh masing-masing BPP pada saat pengajuan SPM-UP/SPM-TUP/SPM-GUP ke KPPN.

Untuk memperlancar proses pembayaran, Bendahara Pengeluaran/BPP dapat menyimpan dana UP/TUP yang diterimanya dalam brankas sesuai dengan ketentuan. Selain untuk kebutuhan dimaksud, Bendahara Pengeluaran/BPP harus menyimpan sisa uang UP/TUP pada rekening Bendahara di bank/kantor pos.

Pada setiap akhir hari kerja, uang tunai yang berasal dari UP/TUP yang ada pada Kas Bendahara Pengeluaran/BPP paling banyak sebesar Rp.50.000.000 (lima puluh juta rupiah). Dalam lebih dari Rp 50.000.000, Bendahara Pengeluaran/BPP membuat Berita Acara yang ditandatangani oleh Bendahara Pengeluaran/BPP dan PPK. Bentuk dan format Berita Acara diatur dalam Peraturan Dirjen Perbendaharaan.

Penyaluran dana UP kepada BPP oleh Bendahara Pengeluaran dilakukan berdasarkan Surat Perintah Bayar (SPBy) yang ditandatangani oleh PPK atas nama KPA yang dilampiri rincian kebutuhan dana masing-masing BPP. Atas penyaluran dana UP dimaksud, Bendahara Pengeluaran membuat kuitansi/bukti penerimaan atas penyaluran dana UP sebanyak 2 lembar dengan ketentuan:

lembar ke-1 disampaikan kepada BPP sebagai bukti bahwa dana UP telah diterima oleh BPP;
lembar ke-2 disimpan oleh Bendahara Pengeluaran.

Dalam hal penggunaan UP pada BPP telah mencapai paling kurang 50%, BPP dapat mengajukan penggantian UP kepada Bendahara Pengeluaran.

Atas permintaan penggantian UP dari BPP, Bendahara Pengeluaran dapat memberikan dana UP yang dikelolanya dalam hal masih tersedia dana UP.

Dalam hal dana UP di Bendahara Pengeluaran tidak mencukupi, Bendahara Pengeluaran dapat mengajukan permintaan penggantian UP kepada PPK.

Bendahara Pengeluaran/BPP dapat melaksanakan pembayaran UP setelah menerima SPBy yang ditandatangani oleh PPK atas nama KPA. SPBy dimaksud dilampiri dengan bukti pengeluaran berupa:

Kuitansi/bukti pembelian yang telah disahkan PPK beserta faktur pajak dan SSP; dan
Nota/bukti penerimaan barang/jasa atau dokumen pendukung lainnya yang diperlukan dan telah disahkan oleh PPK.

Berdasarkan SPBy dimaksud, Bendahara Pengeluaran/BPP wajib melakukan pengujian atas:

  • Kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh PPK;
  • Kebenaran atas hak tagih, meliputi:
  • Pihak yang ditunjuk untuk menerima pembayaran;
  • Nilai tagihan yang harus dibayar;
  • Jadwal waktu pembayaran; dan
  • Ketersediaan dana yang bersangkutan.
  • Kesesuaian pencapaian keluaran antara spesifikasi teknis yang disebutkan dalam penerimaan barang/jasa dan spesifikasi teknis yang disebutkan dalam dokumen perjanjian/kontrak;
  • Ketepatan penggunaan kode mata anggaran pengeluaran (akun 6 digit).
  • Bendahara Pengeluaran/BPP melakukan pembayaran atas tagihan dalam SPBy apabila telah memenuhi persyaratan pengujian yang diuji sebagaimana dimaksud di atas. Dalam hal pengujian perintah bayar tidak memenuhi persyaratan untuk dibayarkan, Bendahara Pengeluaran/BPP harus menolak SPBy yang diajukan kepadanya.

Dalam hal SPBy dimaksud digunakan untuk pembayaran uang muka kerja, selain dilampiri dengan bukti pengeluaran, SPBy dimaksud harus dilampiri hal-hal dari penerima uang muka kerja, yaitu:

  • Rencana pelaksanaan kegiatan/pembayaran;
  • Rencana kebutuhan dana; dan
  • Batas waktu pertanggungjawaban penggunaan uang muka kerja.

Atas dasar rencana pelaksanaan kegiatan/pembayaran dan rencana kebutuhan dana sebagaimana, Bendahara Pengeluaran/BPP melakukan pengujian ketersediaan dananya. Bendahara Pengeluaran/BPP dapat membayarkan uang muka kerja apabila pengujian memenuhi persyaratan untuk dibayarkan.

Bendahara Pengeluaran/BPP harus menguji bukti pengeluaran atas pertanggungjawaban uang muka kerja sesuai dengan batas waktu pertanggungjawaban penggunaan uang muka kerja dari penerima uang muka kerja. Pengujian dimaksud mengacu pada ketentuan pengajuan SPBy sebagaimana dimaksud di atas.

Dalam hal sampai batas waktu pertanggungjawaban penggunaan uang muka kerja, penerima uang muka kerja belum menyampaikan bukti pengeluaran, Bendahara Pengeluaran/BPP menyampaikan permintaan tertulis kepada penerima uang muka kerja agar segera mempertanggungjawabkan uang muka kerja yang diberikan kepadanya. Bendahara Pengeluaran/BPP menyampaikan tembusan permintaan tertulis dimaksud kepada PPK.

Bendahara Pengeluaran/BPP harus memperhitungkan dan memungut/memotong pajak atas tagihan dalam SPBy yang diajukan kepadanya. Bendahara Pengeluaran/BPP harus menyetorkan pajak atas tagihan dalam SPBy ke Kas Negara.

Dalam hal Bendahara Pengeluaran/BPP menerima dan mengelola PNBP, Bendahara Pengeluaran/BPP harus menyetorkan PNBP dimaksud ke Kas Negara.

Bendahara Pengeluaran/BPP menyetorkan pajak yang dikelolanya ke Kas Negara dengan menggunakan formulir SSP/sarana administrasi lain yang kedudukannya dipersamakan dengan SSP, dengan menggunakan akun sesuai dengan jenis pajak berkenaan.

Bendahara Pengeluaran/BPP menyetorkan PNBP yang dikelolanya ke Kas Negara dengan menggunakan formulir SSBP termasuk setoran pengembalian belanja yang bersumber dari SPM tahun anggaran yang lalu, dengan menggunakan akun sesuai penyetoran terkait.

Pada akhir tahun anggaran/kegiatan, BPP harus menyetorkan seluruh sisa UP/TUP kepada Bendahara Pengeluaran. Atas penerimaan setoran sisa UP/TUP dimaksud, Bendahara Pengeluaran menerbitkan kuitansi/tanda terima setoran sisa UP/TUP dari BPP sebanyak 2 lembar, dengan ketentuan:

Lembar ke-1 disampaikan kepada BPP;
Lembar ke-2 disimpan oleh Bendahara Pengeluaran.

Pada akhir tahun anggaran/kegiatan, BPP wajib menyetorkan seluruh uang hak negara selain UP/TUP yang berada dalam pengelolaannya ke Kas Negara. Pada akhir tahun anggaran/kegiatan, Bendahara Pengeluaran wajib menyetorkan seluruh sisa UP/TUP dan seluruh uang hak negara yang berada dalam pengelolaannya ke Kas Negara.

Bendahara Pengeluaran/BPP harus memperhitungkan dan memungut/memotong pajak atas pembayaran yang bersumber dari SPM LS Bendahara. Bendahara Pengeluaran/BPP harus menyetorkan pajak dimaksud ke Kas Negara menggunakan SSP/dokumen lain yang dipersamakan dengan SSP.

Dalam hal terdapat sisa uang yang bersumber dari SPM LS Bendahara yang tidak terbayarkan kepada yang berhak, Bendahara Pengeluaran/BPP harus segera menyetorkan sisa uang dimaksud ke Kas Negara.

Dalam hal tidak dimungkinkan untuk menyetor sisa uang dimaksud ke Kas Negara secepatnya, Bendahara Pengeluaran/BPP dapat menyetorkan sisa uang dimaksud paling lambat 90 hari kerja sejak tanggal diterbitkannya SP2D dari KPPN.

Perihal Pembukuan Bendahara

Penyelenggaraan Pembukuan Bendahara

Bendahara menyelenggarakan pembukuan terhadap seluruh penerimaan dan pengeluaran yang dilakukan pada satker. Pembukuan Bendahara terdiri atas Buku Kas Umum, Buku-Buku Pembantu, dan Buku Pengawasan Anggaran. Pembukuan yang dilakukan oleh Bendahara dimulai dari Buku Kas Umum, Buku-Buku Pembantu, dan selanjutnya pada Buku Pengawasan Anggaran.

Pada akhir tahun anggaran:

Bendahara Penerimaan menutup Buku Kas Umum dan Buku-Buku Pembantu dengan ditandatangani oleh Bendahara Penerimaan dan Pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan negara.

Bendahara Pengeluaran menutup Buku Kas Umum dan Buku-Buku Pembantu dengan ditandatangani oleh Bendahara Pengeluaran dan KPA atau PPK atas nama KPA.

BPP menutup Buku Kas Umum dan Buku-Buku Pembantu dengan ditandatangani oleh BPP dan PPK.

Bendahara yang mengelola lebih dari satu DIPA, harus memisahkan pembukuannya sesuai DIPA masing-masing.

Pembukuan terhadap seluruh penerimaan dan pengeluaran dilakukan dengan aplikasi yang dibuat dan dibangun oleh Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Perbendaharaan.

Dalam hal Bendahara tidak dapat melakukan pembukuan menggunakan aplikasi, Bendahara dapat melakukan pembukuan secara manual baik dengan tulis tangan maupun dengan komputer.

Dalam hal pembukuan dilakukan menggunakan aplikasi atau dengan komputer, Bendahara harus:

Mencetak Buku Kas Umum dan Buku-Buku Pembantu paling sedikit satu kali dalam satu bulan yaitu pada hari kerja terakhir bulan berkenaan; dan menandatangani hasil cetakan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan diketahui oleh: Pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan negara, bagi Bendahara Penerimaan; atau KPA atau PPK atas nama KPA, bagi Bendahara Pengeluaran/BPP.
Bendahara harus menatausahakan hasil cetakan beserta dokumen sumber terkait.

Pembukuan Bendahara Penerimaan

Bendahara Penerimaan segera mencatat setiap transaksi penerimaan dan pengeluaran dalam Buku Kas Umum sebelum dibukukan dalam Buku-Buku Pembantu.

Menteri/pimpinan lembaga yang bertanggung jawab atas penerimaan dimaksud dapat menentukan Buku-Buku Pembantu selain Buku Kas Umum.

Buku-Buku Pembantu Bendahara Penerimaan terdiri atas Buku Pembantu Kas dan buku pembantu lainnya sesuai kebutuhan.

Dalam rangka memudahkan pelaksanaan dan keseragaman pembukuan, ditetapkan model-model buku Bendahara Penerimaan.

Model-model buku Bendahara Penerimaan paling sedikit mencantumkan mengenai tanggal, uraian, debet, kredit, dan saldo.

Ketentuan lebih lanjut mengenai model buku Bendahara Penerimaan diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan.

Pembukuan Bendahara Pengeluaran/BPP

Bendahara Pengeluaran segera mencatat setiap transaksi penerimaan dan pengeluaran dalam Buku Kas Umum sebelum dibukukan dalam Buku-Buku Pembantu.

Buku Pembantu Bendahara Pengeluaran paling sedikit terdiri dari Buku Pembantu Kas, Buku Pembantu UP/TUP, Buku Pembantu LS-Bendahara, Buku Pembantu Pajak, dan Buku Pembantu Lainnya (sesuai dengan kebutuhan).

Dalam hal Bendahara Pengeluaran menyalurkan dana kepada BPP, Bendahara Pengeluaran menyelenggarakan Buku Pembantu BPP.

Dalam hal Bendahara Pengeluaran menyampaikan uang muka kerja (voucher), Bendahara Pengeluaran menyelenggarakan Buku Pembantu Uang Muka (voucher).

Dalam rangka memudahkan pelaksanaan dan keseragaman pembukuan, ditetapkan model-model buku Bendahara Pengeluaran dan BPP.

Model-model Buku Bendahara Pengeluaran/BPP paling sedikit mencantumkan mengenai tanggal, uraian, debet, kredit, dan saldo.

Ketentuan lebih lanjut mengenai model buku Buku Bendahara Pengeluaran/BPP diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan.

Pemeriksaan Kas bendahara dan Rekonsiliasi Pembukuan Bendahara dengan UAKPA

Pemeriksaan Kas

Pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan negara melakukan pemeriksaan kas Bendahara Penerimaan paling sedikit satu kali dalam satu bulan. KPA atau PPK atas nama KPA melakukan pemeriksaan kas Bendahara Pengeluaran paling sedikit satu kali dalam satu bulan. PPK melakukan pemeriksaan kas BPP paling sedikit satu kali dalam satu bulan.

Pemeriksaan kas dapat dilaksanakan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Pemeriksaan kas dilakukan untuk meneliti kesesuaian antara saldo buku dengan saldo kas.

Sebagai bagian dari pemeriksaan kas Bendahara Penerimaan, Pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan negara melakukan monitoring atas kepastian/kepatuhan Bendahara Penerimaan dalam melakukan penyetoran penerimaan negara/pajak ke Kas Negara secara tepat jumlah dan tepat waktu.

Sebagai bagian dari pemeriksaan kas Bendahara pengeluaran, KPA atau PPK atas nama KPA melakukan hal-hal sebagai berikut:

Monitoring atas kepastian/kepatuhan Bendahara Pengeluaran dalam melakukan penyetoran pajak/PNBP ke Kas Negara secara tepat jumlah dan tepat waktu; dan memastikan bahwa uang yang diambil oleh Bendahara Pengeluaran dari Bank/Kantor Pos telah sesuai dengan kebutuhan dana pada hari itu dan disesuaikan dengan jumlah uang tunai yang ada di brankas.

Sebagai bagian dari pemeriksaan kas BPP, PPK melakukan hal-hal sebagai berikut:

Monitoring atas kepastian/kepatuhan BPP dalam melakukan penyetoran pajak/PNBP ke Kas Negara secara tepat jumlah dan tepat waktu; dan memastikan bahwa uang yang diambil oleh BPP dari Bank/Kantor Pos telah sesuai dengan kebutuhan dana pada hari itu dan disesuaikan dengan jumlah uang tunai yang ada di brankas. Semua hasil pemeriksaan kas dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan Kas.

Berita Acara Pemeriksaan Kas paling sedikit memuat hasil pemeriksaan berupa:

  • Kesesuaian kas tunai di brankas dan di rekening dalam rekening koran dengan pembukuan;
  • Penyetoran penerimaan negara/pajak ke Kas Negara; dan
  • Penjelasan apabila terdapat selisih antara hasil pemeriksaan dengan pembukuan.
  • Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan format Berita Acara Pemeriksaan Kas diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan.

Rekonsiliasi Pembukuan Bendahara dengan UAKPA

Pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan negara melakukan rekonsiliasi internal antara pembukuan Bendahara Penerimaan dengan Laporan Keuangan Unit Akuntansi Kuasa pengguna Anggaran (UAKPA) paling sedikit satu kali dalam satu bulan sebelum dilakukan rekonsiliasi dengan KPPN.

KPA atau PPK atas nama KPA melakukan rekonsiliasi internal antara pembukuan Bendahara Pengeluaran dengan Laporan Keuangan UAKPA paling sedikit satu kali dalam satu bulan sebelum dilakukan rekonsiliasi dengan KPPN.

Rekonsiliasi internal dimaksud dimaksudkan untuk meneliti kesesuaian antara pembukuan bendahara dengan Laporan Keuangan UAKPA. Rekonsiliasi internal dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan pemeriksaan kas. Hasil rekonsiliasi internal dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan Kas dan Rekonsiliasi.

Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan format Berita Acara Pemeriksaan Kas dan Rekonsiliasi diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan.

Penyusunan dan Penyampaian Laporan Pertanggungjawaban Bendahara dan BPP

Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran wajib menyusun Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) setiap bulan atas uang/surat berharga yang dikelolanya. LPJ disusun berdasarkan pembukuan Bendahara yang telah direkonsiliasi dengan UAKPA.

LPJ paling sedikit menyajikan informasi sebagai berikut:

Keadaan pembukuan pada bulan pelaporan, meliputi saldo awal, penambahan, pengurangan, dan saldo akhir dari Buku-Buku Pembantu;

Keadaan kas pada akhir bulan pelaporan, meliputi uang tunai di brankas dan saldo di rekening bank/pos;

Hasil rekonsiliasi internal antara pembukuan bendahara dengan UAKPA; dan penjelasan atas selisih (jika ada), antara saldo buku dan saldo kas.

LPJ Bendahara Penerimaan ditandatangani oleh Bendahara Penerimaan dan Pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan Negara. LPJ Bendahara Pengeluaran ditandatangani oleh Bendahara Pengeluaran dan KPA atau PPK atas nama KPA.

Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan format LPJ Bendahara diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan.

BPP wajib menyusun LPJ-BPP setiap bulan atas uang/surat berharga yang dikelolanya. LPJ-BPP disusun berdasarkan Buku Kas Umum dan Buku-Buku Pembantu yang telah diperiksa dan diuji oleh PPK.

LPJ-BPP paling sedikit menyajikan informasi sebagai berikut:

Keadaan pembukuan pada bulan pelaporan, meliputi saldo awal, penambahan, pengurangan, dan saldo akhir dari Buku-Buku Pembantu;

Keadaan kas pada akhir bulan pelaporan, meliputi uang tunai di brankas dan saldo di rekening bank/pos; dan penjelasan atas selisih (jika ada), antara saldo buku dan saldo kas.

LPJ-BPP ditandatangani oleh BPP dan PPK serta disampaikan kepada Bendahara Pengeluaran setiap bulan paling lambat 5 hari kerja bulan berikutnya dengan dilampiri salinan rekening koran untuk bulan berkenaan.

Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan format LPJ-BPP diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan.

Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran pada satker wajib menyampaikan LPJ kepada:

  • KPPN selaku Kuasa BUN, yang ditunjuk dalam DIPA satker yang berada di bawah pengelolaannya;
  • Menteri/pimpinan lembaga masing-masing; dan
  • Badan Pemeriksa Keuangan.

Penyampaian LPJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilampiri dengan:

  1. Berita Acara Pemeriksaan Kas dan Rekonsiliasi;
  2. Salinan rekening koran yang menunjukkan saldo rekening untuk bulan berkenaan;
  3. Daftar Saldo Rekening; dan
  4. Daftar Hasil Konfirmasi Surat Setoran Penerimaan Negara.
  5. Daftar Saldo Rekening yang dilampirkan dalam LPJ Bendahara Penerimaan menyajikan data Rekening Penerimaan dan Rekening Lainnya yang dikelola oleh Bendahara Penerimaan. Daftar Saldo Rekening dilampirkan dalam LPJ Bendahara Pengeluaran menyajikan data Rekening Pengeluaran dan Rekening Lainnya yang dikelola oleh Bendahara Pengeluaran serta rekening yang dikelola oleh BPP.

KPPN selaku Kuasa BUN melakukan verifikasi atas LPJ yang diterima dari Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran. Pelaksanaan verifikasi meliputi kegiatan:

  • Membandingkan saldo UP yang tertuang dalam LPJ dengan data pengawasan UP yang ada di KPPN;
  • Membandingkan saldo awal yang tertuang dalam LPJ dengan saldo akhir yang tertuang dalam LPJ bulan sebelumnya;
  • Membandingkan saldo Kas di Bank yang tercantum dalam LPJ dengan salinan rekening koran Bendahara;
  • Menguji kebenaran perhitungan (penambahan dan/atau pengurangan) pada LPJ;
  • Meneliti kepatuhan Bendahara dalam penyetoran pajak; dan
  • Meneliti kepatuhan Bendahara dalam penyetoran PNBP.

Dalam hal berdasarkan hasil verifikasi LPJ Bendahara dinyatakan belum benar, KPPN menolak LPJ dimaksud. LPJ Bendahara yang ditolak oleh KPPN harus segera diperbaiki oleh Bendahara dan selanjutnya dikirim kembali kepada KPPN.

Dalam hal berdasarkan hasil verifikasi LPJ Bendahara dinyatakan benar, KPPN melakukan rekapitulasi LPJ dimaksud menjadi Daftar LPJ Bendahara.

KPPN melakukan monitoring atas penyampaian LPJ Bendahara baik atas LPJ Bendahara yang sejak awal belum disampaikan maupun atas perbaikan LPJ Bendahara yang ditolak oleh KPPN. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan verifikasi dan pelaksanaan monitoring diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan.

Penyampaian LPJ Bendahara termasuk LPJ yang disusun kembali setelah ditolak dilaksanakan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Dalam hal tanggal 10 jatuh pada hari libur, penyampaian LPJ Bendahara sebagaimana dimaksud dalam dilaksanakan pada hari kerja sebelumnya.

Dalam hal penyampaian LPJ Bendahara melampaui batas waktu, KPPN mengenakan sanksi berupa penundaan penerbitan SP2D atas SPM-UP/SPM-TUP/SPM-GUP maupun SPM-LS yang diajukan oleh Bendahara Pengeluaran. Sanksi dimaksud tidak membebaskan Bendahara dari kewajiban untuk menyampaikan LPJ.

KPPN menyampaikan Daftar LPJ Bendahara ke Kanwil Ditjen Perbendaharaan paling lambat 15 hari kerja bulan berikutnya. Dalam hal terdapat perbaikan atas Daftar LPJ Bendahara, KPPN menyampaikan perbaikannya secara keseluruhan kepada Kanwil Ditjen Perbendaharaan.

Setelah menerima Daftar LPJ Bendahara dari KPPN, Kanwil Ditjen Perbendaharaan melakukan rekapitulasi dan menyusun Rekapitulasi LPJ Bendahara per Bagian Anggaran tingkat Wilayah.

Kanwil Ditjen Perbendaharaan menyampaikan Rekapitulasi LPJ Bendahara per Bagian Anggaran tingkat Wilayah ke Kantor Pusat Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Pengelolaan Kas Negara paling lambat 20 hari kerja bulan berikutnya.

di Dalam hal terdapat perbaikan atas Rekapitulasi LPJ Bendahara, Kanwil Ditjen Perbendaharaan menyampaikan perbaikan dimaksud secara keseluruhan ke Kantor Pusat Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Pengelolaan Kas Negara.

Kanwil Ditjen Perbendaharaan melakukan monitoring atas penyampaian Daftar LPJ Bendahara dari KPPN termasuk penyampaian perbaikan Daftar LPJ Bendahara.

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan rekapitulasi dan penyusunan Rekapitulasi LPJ Bendahara per Bagian Anggaran tingkat Wilayah dan pelaksanaan monitoring diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan.

Setelah menerima Rekapitulasi LPJ Bendahara per Bagian Anggaran tingkat Wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45, Direktorat Pengelolaan Kas Negara melakukan rekapitulasi dan menyusun Rekapitulasi LPJ Bendahara per Bagian Anggaran tingkat Nasional. Direktorat Pengelolaan Kas Negara melakukan monitoring atas penyampaian Rekapitulasi LPJ Bendahara per Bagian Anggaran tingkat Wilayah dari Kanwil Ditjen Perbendaharaan.

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan rekapitulasi dan penyusunan Rekapitulasi LPJ Bendahara per Bagian Anggaran tingkat Nasional dan pelaksanaan monitoring diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan.

Sumber artikel : Situs kementerian Keuangan Republik Indonesia tentang Pengangkatan Bendahara dan lainnya.

Kesimpulan

Nah itulah hal yang wajib Anda ketahui tentang Kedudukan, Tanggung Jawab dan Cara Pengangkatan Bendahara. Apapun itu sejatinya bendahara adalah ujung tombak dalam pengelolaan keuangan yang baik dan bersih dalam sebuah instansi. Jangan bermain-main dengan masalah keuangan untuk Keuangan Indonesia lebih baik.

---

Jangan lupa untuk follow dan subscribes uncchu.com di google news dan youtube.

A male blogger who is afraid of heights and always faints when sees blood. But once active as an HIV AIDS counselor, and an announcer on a radio.